Sejak konflik Israel-Palestin meletus pada Oktober 2023, Amerika telah memberikan perhatian dan bantuan besar-besaran kepada Israel, namun ada keluhan kuat mengenai kurangnya bantuan yang diterima oleh warganegara Amerika yang terperangkap di negara-negara Timur Tengah seperti Lebanon dan Gaza.
Sebagai contoh, Hanine Al-Khayat, seorang warganegara Amerika asal Lebanon, menceritakan bagaimana dia terpaksa melarikan diri dari Beirut dengan anak perempuannya, meninggalkan anggota keluarga terdekat, termasuk adik perempuan berusia enam tahun, tanpa bantuan yang memadai dari pemerintah AS. Pengalaman ini terjadi setelah serangan siber Israel yang menghancurkan ribuan perangkat komunikasi di Lebanon pada bulan September 2023, yang semakin memperburuk krisis yang telah ada.
Ketidakadilan dalam Evakuasi dan Perpindahan
Meskipun lebih dari 80.000 warganegara AS tinggal di Lebanon, dan puluhan ribu lainnya di Gaza, pemerintah AS telah mengabaikan kebutuhan mereka untuk evakuasi yang aman. Sementara itu, warga AS yang berada di Israel mendapatkan perhatian lebih besar, dengan penerbangan evakuasi disediakan oleh AS tanpa biaya langsung, bahkan bagi mereka yang terperangkap di wilayah konflik. Namun, warganegara Amerika yang terjebak di Lebanon atau Gaza hanya diberikan pilihan yang terbatas, dengan biaya tinggi dan prosedur birokrasi yang menghalangi mereka untuk pulang ke tanah air mereka.
Al-Khayat dan warga Amerika lainnya yang terperangkap di kawasan tersebut menuntut penjelasan dari pemerintah AS. Mereka merasa terpinggirkan, dengan menyaksikan bagaimana AS mengalokasikan dana besar untuk Israel, namun tidak memberikan bantuan yang sama kepada warga negaranya yang berada di tengah-tengah perang yang mengerikan.
Krisis Kemanusiaan dan Penangguhan Bantuan
Di tengah situasi perang yang semakin parah, banyak warga Lebanon-Amerika seperti Al-Khayat yang merasa terlantar dan kesulitan untuk mengurus prosedur pemindahan keluarga mereka. Layal, seorang ibu tiga anak, juga menceritakan kesulitan yang dihadapinya ketika harus memutuskan apakah ia harus meninggalkan Lebanon dan membawa anak-anaknya ke AS sementara ayahnya yang sakit tinggal di Lebanon. Hal ini memperburuk penderitaan mereka, terutama ketika prosedur untuk mendapatkan bantuan atau visa sangat rumit dan tidak jelas.
Para pejuang hak asasi manusia seperti Farah Chalisa menuntut agar pemerintah AS segera menerapkan program kemanusiaan yang lebih cepat dan efisien untuk membantu warganya yang terjebak dalam konflik ini. Mereka berpendapat bahwa bantuan kepada warga negara Amerika di Lebanon dan Gaza harus disamakan dengan bantuan yang diberikan kepada warga AS di Israel, tanpa memandang latar belakang etnis atau kewarganegaraan ganda mereka.
Kontradiksi dan Ketidakadilan Dalam Tindakan AS
Kebijakan ini menyoroti ketidakadilan yang terjadi di balik kebijakan AS terhadap warganegaranya yang terperangkap di luar negeri. Sementara AS memberi perhatian lebih kepada warga Israel, warganegara Amerika di negara-negara seperti Lebanon dan Gaza merasa terabaikan dan tidak mendapatkan bantuan yang seharusnya mereka terima.
Sumber-sumber dari Departemen Luar Negeri AS telah memberikan jawaban yang kabur dan bertentangan mengenai status aplikasi pemindahan keluarga, sementara warga AS yang berada di negara-negara Timur Tengah merasa seperti mereka dibiarkan berjuang sendiri di tengah-tengah ancaman yang semakin meningkat.
Di tengah kekacauan ini, banyak yang mempertanyakan prioritas AS, terutama ketika miliaran dolar telah dikucurkan untuk mendukung Israel, sementara banyak nyawa warganegara AS di Timur Tengah yang terancam tidak mendapat perhatian yang sama.
Pentingnya Keadilan dan Tanggung Jawab Pemerintah AS
Banyak pihak yang menyuarakan rasa frustrasi mereka terhadap tindakan pemerintah AS. Mereka meminta agar kehidupan semua warga AS, tanpa mengira latar belakang, dihargai dan diberi perlindungan yang setimpal. Di saat-saat seperti ini, keadilan dan kesetaraan harus menjadi dasar dalam tindakan pemerintah, tidak hanya untuk mereka yang memiliki kewarganegaraan yang dianggap lebih “diutamakan”, tetapi untuk setiap warga negara yang berhak untuk kembali ke tanah air mereka dengan selamat.